Kewajiban Berjilbab

Kewajiban berjilbab diterangkan pada Qur’an surat Al-Ahzab:59 dan An-Nur:31 sebagai berikut:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Ahzab:59

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. An Nuur:31


BATAS AURAT WANITA

Batas aurat wanita adalah wajah dan telapak tangan sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Hadis riwayat Aisyah r.a., bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).


SYARAT-SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH
Pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan transparan.
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
5. Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok. Sebab, pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula, maka membunyikan

Ayat-ayat Setan berkedok Ayat-ayat Cinta

Iblis berkata, “Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan
bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (kemaksiatan) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.
(QS. Al-Hijr: 39).

Di pinggir jalan-jalan raya saat ini, di mana di sana berdiri tempat muda-mudi saling berkumpul sembari meperhatikan baliho atau banner besar yang terpampang, terbaca tulisan di dalam sebuah gambar “Ayat-ayat Cinta”, Serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai…..

Ku saksikan mereka berpegangan erat penuh cinta sembari seorang gadis menunjukkkan jarinya ke arah gambar tersebut. Mungkin, ia sedang meminta kepada kekasihnya untuk berencana menyaksikannya. Dan kusaksikan di antara mereka, ada yang mengenakan “jilbab” dan juga bersama kekasihnya. Tidakkah mereka memikirkan kelak, Allah sang pemilik cinta yang bersemi di antara mereka, akan meminta pertanggungjawaban atas cinta yang mereka semaikan di antara mereka?

Teringat akan penulis yang dahulu sempat membaca novelnya. Saat pertama kali selesai membaca, terlintas kekaguman di dalam hati. “Subhanallah, tidak pernah saya membaca novel sebagus ini!”.

Saat ini, ketika semua saat-saat seperti itu sudah berlalu, hanya bisa ku menyesali. Menertawakan diri yang begitu dangkal menilai. Menilainya hanya berdasarkan perasaan pribadi. Sementara yang dinilai, dikaitkan dengan agama ini. Islam yang sangat kucintai. Padahal, tidaklah dikatakan sesuatu melainkan dengan apa sesuatu itu diartikan. Islam hanyalah ada pada Al Qur’an dan pada apa-apa yang disampaikan oleh Rosululloh -shollallahu ‘alaihi wa sallam-.

Pernah beberapa kali melihat tanggapan-tanggapan dari para penikmat film di beberapa situs yang menyebarkan info penayangan film tersebut, baik penikmat film secara umum, maupun yang bernuansa “Islamiy”. Bahkan mungkin, ada di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah datang ke bioskop-bioskop, dan mulai akan berencana membeli tiket untuk mencicipi ruangan berlayar lebar tersebut yang dirasakan begitu sejuk duduk di dalamnya. Tidak!, padahal mereka sedang mengantri untuk membeli tiket ke neraka. Yang tidaklah dingin dan sejuk, namun panas lagi membakar.

Mari kita berpikir saudaraku semuanya!

Ada banyak madhorot di sana, yang akan engkau jumpai -jika engkau belum pernah ke sana-. Dan bagi kalian yang pernah ke sana, coba renungi dengan hati penuh keimanan beberapa keburukan yang akan sering engkau dapatkan. Dan jangan pernah lagi mengulanginya. Cukuplah seorang yang beriman jatuh di lubang yang pertama dan berusaha menghindari terjatuh di lubang yang sama.

–>>> Dari segi film Ayat-Ayat Cinta:

1. Boleh jadi, film “islamiy” tersebut akan menjadi promosi bagi dirimu sendiri untuk mulai mendatangi bioskop di kesempatan berikutnya. Padahal, kamu belum pernah mendatangi bioskop sebelumnya.

2. Adakah dia dikatakan film “islamiy”, padahal di dalamnya pemerannya bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya?

3. Apakah engkau akan menjadikan mereka -para artis- sebagai teladan?

4. Bahkan, si pembuat filmnya “Hanung Bramantyo”, adalah orang yang senang dengan orang-orang yang suka beromong kosong tentang Tuhan. Apakah engkau akan mendukung orang-orang seperti dia?

5. Bahkan, di sana ditampilkan gambar-gambar. Padahal, Allah melarangnya.

6. Yang dengan gambar-gambar itu, engkau melihat aurat orang lain.

7. Masih banyak lagi keburukan lainnya, yang jika engkau menelitinya akan engkau dapatkan bahwa tidak ada sisi Islamnya di sana.

—>>> Dari segi tempatnya, bioskop:

1. Bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan.

Allah Azza wa Jalla- berfirman, “Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Cara demikian itu lebih baik bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)

2. Akan engkau lihat di antara mereka banyak yang menggunakan pakaian yang jika engkau melihatnya, engkau berdosa dan tidak akan engkau dapatkan kekhusyukan ibadahmu.

Allah Azza wa Jalla- berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah, “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya. Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami
mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita. Dan jangan pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan di hadapan laki-laki yang bukan mahram agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan hendakla
h kalian semua bertaubat kepada Allah, wahai kaum mukminin, semoga kalian beruntung.” (An-Nuur: 30-31).

3. Menyia-nyiakan waktu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

Demi masa! Sesungguhnya manusia berada pada kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan beramal sholih…..” (Al-Ashr)

4. Meninggalkan waktu sholat.

5. Menjauhkan hati dari mengingat Allah.

6. Jelaslah, tidak ada gunanya!. Haram! Insya Allah akan masuk neraka bagi orang-orang yang mendatanginya!.

7. Jika sudah begitu, apakah masih rela membelanjakan uangmu untuk hal-hal yang demikian?

Dari al-Mughirah bin Syu’bah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan kamu durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, enggan memberi miliknya tetapi meminta-minta milik orang lain, dan dilarang atas kamu tiga perkara, yaitu berbohong dalam cerita, banyak bertanya, dan mubazir harta.” (HR. Bukhari).

—->>>Solusi:

1. Sibukkan diri dengan mempelajari ilmu.

2. Duduklah bersama orang-orang yang selalu menjaga agamanya.

3. Berpikirlah berdasarkan agamamu, bukan hanya berdasarkan perasaan.

4. Berpikirlah, bagaimana jika ketetapan (mati) Allah menjemputmu dan mati kita di dalam tempat yang penuh maksiat tersebut?.

5. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!.

Wallahu a’lam!


Dikutip dari : http://ruanghakim.wordpress.com/2008/01/21/ayat-ayat-setan-berkedok-ayat-ayat-cinta/

Jilbab dan Batasan Aurat

Bagaimanakah jilbab yang sesuai dengan syariat?

Jilbab yang sesuai dengan syariah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Menutupi seluruh badan

Tidak diberi hiasan-hiasan hingga mengundang pria untuk melihatnya
Allah berfirman :
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada wanita-wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan mereka, dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka meletakkan dan menjulurkan kerudung di atas kerah baju mereka (dada-dada mereka)… (An-Nuur: 31)

Tebal tidak tipis
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang… “

Kemudian beliau bersabda,
“…laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka itu terlaknat”. (HR. Ath Thabrani dengan sanad yang shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani dalam kitab beliau Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 125)
Kata Ibnu Abdil Baar, “Yang dimaksud Nabi dalam sabdanya (di atas) adalah para wanita yang mengenakan pakaian dari bahan yang tipis yang menerawangkan bentuk badan dan tidak menutupinya maka wanita seperti ini istilahnya saja mereka berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang”.

Lebar tidak sempit/ketat
Usamah bin Zaid berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan aku pakaian Qibthiyah yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau maka aku memakaikan pakaian itu kepada istriku. Suatu ketika beliau bertanya, “Mengapa engkau tidak memakai pakaian Qibthiyah itu?” Aku menjawab: “Aku berikan kepada istriku”. Beliau berkata: “Perintahkan istrimu agar ia memakai kain penutup setelah memakai pakaian tersebut karena aku khawatir pakaian itu akan menggambarkan bentuk tubuhnya”. (Diriwayatkan oleh Adl Dliya Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan, kata Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 131)

Tidak diberi wangi-wangian
Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu ia melewati sekelompok orang agar mereka mencium wanginya maka wanita itu pezina.” (HR. An Nasai, Abu Daud dan lainnya, dengan isnad hasan kata Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 137)

Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Abu Hurairah mengatakan: “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 141)

Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak sabdanya memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka baik dalam hal ibadah, hari raya/perayaan ataupun pakaian khas mereka.

Bukan merupakan pakaian untuk ketenaran, yakni pakaian yang dikenakan dengan tujuan agar terkenal di kalangan manusia, sama saja apakah pakaian itu mahal/ mewah dengan maksud untuk menyombongkan diri di dunia atau pakaian yang jelek yang dikenakan dengan maksud untuk menampakkan kezuhudan dan riya.

Berkata Ibnul Atsir: Pakaian yang dikenakan itu masyhur di kalangan manusia karena warnanya berbeda dengan warna-warna pakaian mereka hingga manusia mengangkat pandangan ke arahnya jadilah orang tadi merasa bangga diri dan sombong. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memakai pakaian untuk ketenaran di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dengan isnad hasan kata Syaikh Albani dalam Jilbab, hal. 213)

Demikian kami nukilkan jawaban dari kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Wallahu a’lam.
(asysyariah.com)

Aurat Wanita

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat wanita kafirah, dan aurat dengan wanita yang ‘afĂ®fah (menjaga kehormatan diri) sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain, sementara dia telah mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.”

(Majmu’ah As’ilah Tuhimmul Usratil Muslimah, hal. 83-84)

Asiyah Binti Muzahim

(QS. 28:9, 66:11)
Isteri Fir'aun. Wanita yang beriman pada Allah dan berlepas dari kekufuran Fir'aun, suaminya. Wanita yang teguh mempertahankan imannya walaupun disiksa dengan diikat pada empat tiang dan dicemeti hingga menemui syahidnya dalam keadaan tersenyum.

***

Dari Abu Hurairah, Nabi saw berkata: “Fir’aun memukulkan kedua tangan dan kakinya (Asiyah) dalam keadaan terikat. Maka ketika mereka (Fir’aun dan pengikutnya) meninggalkan Asiyah, malaikat menaunginya kaku ia berkata: Ya Rabb bangunkan sebuah rumah bagiku di sisimu dalam surga. Maka Allah perlihatkan rumah yang telah disediakan untuknya di surga sebelum meninggal.”

Dari Ibnu Abbas, dia berkata Rasulullah shalallau alaihi wassalam bersabda:
“Sebaik-baik wanita penghuni surga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun”
(ditakhrij Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Hakim)

***

Suatu ketika Fir'aun didatangi oleh seorang peramal. Peramal itu mengatakan bahwa kelak dia akan dibunuh oleh seorang lelaki dari Bani Israel. Menurut sang peramal, pembunuh itu kini usianya masih bayi. Mendengar hal itu Fir'aun langsung memerintahkan bala tentaranya untuk membunuh seluruh bayi lelaki Bani Israel. Sebelum bayi itu tumbuh menjadi besar lalu membunuh dirinya, lebih baik bayi itu dibunuh dulu. Dengan begitu selamatlah dirinya dari pembunuhan itu. Begitulah jalan pikiran Fir'aun. Maka tak pelak lagi, semua bayi lelaki Bani Israel terbunuh. Bahkan seorang ibu yang sedang hamil pun ditunggui oleh tentara Fira'un. Jika ia melahirkan seorang bayi lelaki, tentara itu langsung membunuhnya.

Namun kehendak Allah berbeda dengan kemauan manusia. Dalam peristiwa ini ternyata Allah punya skenario tersendiri. Allah menyelamatkan salah satu bayi dari keturunan Bani Israel lewat istri Fira'un sendiri, Asiyah.

Sewaktu sedang mandi di pemandian, Asiyah tiba-tiba melihat peti berisi bayi lelaki. Bayi itu diambil dan dibawa pulang ke istana. Tentu saja orang-orang di istana tidak senang dengan kehadiran bayi itu. Jangan-jangan bayi itulah yang kelak membunuh majikannya. Mereka kemudian menghasut Fir'aun agar membunuhnya. Untungnya Asiyah cepat bertindak. Ia minta kepada Fir'aun agar tidak menuruti nasehat mereka. "(Ia) biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut menjadi anak, sedangkan mereka tidak menyadari," kata Asiyah kepada Fir'aun dalam surat Al-Qashash 9. Atas jasa Asiyah itu maka selamatlah sang bayi. Bahkan akhirnya bayi mungil itu diangkat menjadi putra Fir'aun.

Bayi lelaki itu diasuh sendiri oleh Asiyah. Ia sangat menyayangi putra angkatnya itu. Bayi tersebut diperlakukan seperti anaknya sendiri. Bayi yang tak lain adalah Nabi Musa itu mendapat didikan langsung dari Asiyah. Pernah suatu hari bayi itu digendong Fir'aun. Tiba-tiba sang bayi mencabut jenggotnya. Betapa marah Fir'aun ketika itu karena kesakitan. Ia memerintahkan pengawalnya untuk membunuh sang bayi. Namun sebelum niat itu dilaksanakan, lagi-lagi Asiyah tampil membelanya. Ia mengatakan kepada Fir'aun bahwa bayi itu tidak pantas dibunuh karena masih belum mengerti. Sebagai bukti, Asiyah meminta kepada pengawal Fir'aun untuk menyediakan roti dan arang api. Kemudian bayi itu disuruh memilih diantara keduanya. Ternyata bayi Musa memilih arang. Melihat hal itu, Fir'aun akhirnya bisa menerima argumentasi istrinya.

Selama di bawah asuhan Asiyah, Musa mendapatkan kasih sayang sepenuhnya seperti ibunya sendiri. Musa tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas dan gagah. Kecintaan Asiyah kepada Musa sungguh sangat besar. Ia tak rela orang lain menyakitinya. Pembelaannya kepada Musa tak sebatas ketika masih kecil saja, tetapi ia lakukan sampai dirinya menemui ajal.

Suatu kali, betapa gelisah hatinya ketika mendengar Musa telah membunuh seorang lelaki pengikut Fir'aun. Asiyah menyuruh Musa agar meninggalkan ibukota untuk menyelamatkan diri dari Fir'aun dan orang-orangnya.

Seiring perjalanan waktu, Musa tumbuh kian dewasa dan pengikutnya juga makin banyak. Maka Musa pun kian berani menentang Fir'aun. Suatu hari Musa kembali ke ibukota, bukan kembali pulang ke pangkuan ayah tirinya yang kejam itu, melainkan ia datang untuk memberi peringatan kepada Fir'aun dan pengikutnya. Mendengar keberanian Musa itu, Asiyah mengkhawatirkan keadaannya. Ia tahu betul watak kejam suaminya. Siapapun berani menentangnya, akan ditumpas habis. Tidak ada yang bisa mencegah tindakan kejam suaminya itu, termasuk Asiyah, istrinya sendiri. Tiada jalan lain, wanita shalihah ini kemudian berdoa kepada Allah untuk kemenangan Musa. Begitulah jika Allah berkehendak. Ternyata Fir'aun yang dholim itu mendapat pertentangan dari istrinya sendiri, karena kedholimannya.

Pertentangan itu semakin keras tatkala Fir'aun mendakwakan dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah oleh seluruh rakyatnya. Asiyah sedikitpun tidak mengakui ketuhanan Fir'aun. Ia rela menerima siksaan dan tekanan daripada mengakui suaminya sebagai tuhan. Asiyahlah satu-satunya keluarga istana yang tak mau patuh dan tunduk dengan dakwaan Fir'aun itu. Padahal seluruh keluarga istana menjadi pengikut Fir'aun karena takut dibunuh. Fir'aun adalah seorang raja yang lalim dan kejam. Ia memiliki bala tentara yang besar dan kejam. Sehingga sewaktu dia memerintahkan rakyatnya untuk menyembahnya hanya segelinir orang yang tak mau mengikuti perintah itu. Diantaranya nabi Musa, Asiyah dan pelayan rumah tangga kerajaan bernama Masyitoh.

Ketauladanan Asiyah

Asiyah termasuk sedikit diantara manusia yang namanya terukir dalam Al Qur'an. Allah memberikan penghormatan kepadanya karena ketakwaan dan keshalehannya. Allah menjadikannya sebagai contoh bagi kaum hawa yang tetap tegak dalam keyakinan tauhid walaupun berada di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan dosa dan kemusyrikan. Allah juga menjadikannya sebagai contoh bagi istri yang sabar. Istri penyabar bisa memberikan jasa sangat besar dalam memelihara keutuhan rumah tangga, kebahagiaan suami dan kegembiraan anak-anaknya. Istri seperti itu tidak akan mudah menceritakan kesulitan dan berbagai permasalahan yang akan menyedihkan dan mencemaskan suaminya. Walaupun sebenarnya ia menyimpan kepahitan dalam hatinya. Semua kesulitan akan dihadapinya dengan penuh ketabahan dan sikap pasrah kepada Allah.

Asiyah termasuk orang yang tak silau dengan kehidupan duniawi. Meski ia hidup di lingkungan Istana. Ia tidak tertarik dengan segala kemewahan yang ada di dalamnya. Ia tidak mau memanfaatkan kesempatan sebagai seorang istri Raja untuk bersenang-senang dan berfoya-foya. Malah ia mengangap rendah segala kemewahan dunia yang ada padanya dan meminta agar diselamatkan dari Fir'aun berikut keburukannya demi untuk menggapai kehidupan akhirat.

Sikap yang meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi itu sudah menjadi sikap hidupnya. Padahal jika mau, ia tinggal berkata kepada para abdinya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi hal itu tidak ia lakukan. Ia menyadari bahwa apa yang ada di istananya itu hanya kepuasan semu.

Baginya, kemuliaan yang hakiki dan kehormatan yang mutlak hanya ada pada Allah swt. Ia meyakini bahwa dunia beserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkan akhirat adalah kehidupan kekal, damai abadi selamanya. Maka baginya lebih memilih hal yang kekal daripada yang fana.

Allah juga memberikan Asiyah hati yang lemah lembut. Hatinya yang lembut itu ia tunjukkan tatkala Fir'aun menghukum keluaga Masyithoh yang tak mau mengakui ketuhanannya. Ia adalah satu-satunya keluarga istana yang bercucuran air matanya ketika menyaksikan bagaimana keluarga Masyithoh dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan, pengawal Fir'aun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hati Asiyah semakin teriris tatkala giliran anak terkecil yang masih ada dalam pelukan pelayan perempuan istana Fir'aun itu juga dilempar ke dalam api. Dan pada saat itulah ia juga melihat sebuah kebenaran ketika tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, "Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran". Bayi itu berkata kepada ibunya ketika perasaan takut dan iba menguasai hati Masyithoh.

Sewaktu semua orang berbondong-bondong menyatakan pengakuan terhadap ketuhanan Fir'aun, Asiyah malah sebaliknya. Ia terang-terangan menolak Fir'aun sebagai Tuhan. Betapapun besar kecintaan dan kepatuhannya pada suami, ia tidak bisa menerima pengakuan itu. Ia tetap memegang teguh keyakinannya bahwa Tuhan yang patut disembah adalah Allah Yang Esa.

Ia lebih memilih dihukum daripada harus mengakui ketuhanan suaminya yang berarti musyrik kepada yang kekal yaitu Allah. Sikapnya itu membuat Fir'aun marah. Asiyah terus menerus mendapat tekanan agar meninggalkan keyakinannya itu. Tetapi usaha itu sia-sia. Meski hidup di bawah tekanan dan ancaman, ia tak takut sedikitpun mempertahankan keyakinannya. Ia tetap sabar menghadapi perilaku buruk suaminya. Tabah menghadapi kekejaman suaminya dan hanya pasrah pada Allah.

Asiyah tetap teguh dalam mengikuti ajaran Musa as walau nyawa sebagai taruhannya. Ketika Fir'aun masuk ke dalam kamarnya setelah membakar keluarga Masyithoh, Fir'aun berkata, "Kuharap kamu telah menyaksikan bagaimana yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada tuhannya yang agung, Fir'aun." Dengan cepat Asiyah menyela, "Celaka engkau hai Fir'aun dengan azab Allah!" Tak syak lagi, perkataannya itu telah membuat Fir'aun marah besar. Fir'aun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cemeti dan menderakan ke tubuh Asiyah. Sementara Fir'aun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah swt yang diabadikan dalam al-Qur'an, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (QS. 66:11). Setelah itu Asiyah pun pergi menuju Tuhannya sebagai wanita syahidah di empat tiang.•